Membangun Pribadi Pantang Menyerah
Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
ataupun perempuan dalam keadaan beriman, niscaya Kami hidupkan dia dengan
kehidupan yang baik dan Kami balasi mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan.†(QS. An-Nahl: 97).
Allah telah menciptakan alam dan
isinya berpasang-pasangan, sehingga melahirkan hukum tarik menarik antara satu
dengan yang lainnya. Artinya kondisi alam ini akan selalu dinamis sesuai dengan
kehendak-Nya. Begitu juga halnya dengan kehidupan manusia, akan mengalami
rotasi (perputaran) antara di bawah–di atas; sukses-tidak sukses;
bahagia-susah, dll. Begitu juga dengan iman kita. Iman bisa datang dan pergi,
naik dan turun.
Ibnu Mas’ud mengatakan,
“Sesungguhnya jiwa manusia itu mempunyai saat dimana ia ingin beribadah dan
ada saat dimana enggan beribadah.†Diantara dua keadaan itulah manusia
menjalani kehidupan ini. Dan diantara dua keadaan itu pula nasib manusia
ditentukan.
Dalam arti lain, semakin
seseorang berada dalam iman yang rendah, maka besar kemungkinan dalam kondisi
ini akan mengakhiri hidupnya. Demikian sebaliknya, jika seseorang semakin
sering berada pada kondisi iman yang tinggi, maka semakin besar peluangnya
memperoleh akhir kehidupan yang baik. Pertanyaannya, bagaimana cara mewujudkan
kondisi pribadi yang berujung kebaikan, pribadi yang pantang menyerah tersebut?
Pribadi pantang menyerah
(tangguh) adalah tidak lain sebutan bagi pribadi yang tidak merasa lemah
terhadap sesuatu yang terjadi dan menimpanya. Pribadinya menganggap sesuatu yang
terjadi itu dari segi positifnya. Ia yakin betul bahwa sekenario Allah itu
tidak akan meleset sedikit pun.
Pribadi pantang menyerah dan
tangguh ini, tidak lain adalah pribadi yang memiliki kemampuan untuk bersyukur
apabila ia mendapat sesuatu yang berkaitan dengan kebahagiaan, kesuksesan,
medapat rezeki, dll. Sebaliknya, jika ia mendapati sesuatu yang tidak
diharapkannya, entah itu berupa kesedihan, kegagalan, mendapat bala bencana,
dll., maka ia memiliki ketahanan untuk selalu bersabar. Dan pribadi seperti ini
memposisikan setiap kejadian yang menimpanya adalah atas ijin dan kehendak
Allah. Ia pasrah dan selalu berusaha untuk bangkit dengan cara mengambil
pelajaran dari setiap kejadian tersebut.
Pribadi pantang menyerah ini
bukan saja semata-mata dilihat secara fisik. Tetapi lebih-lebih dan yang lebih
penting justru adanya sifat positif dalam jiwanya yang begitu tangguh dan kuat.
Seseorang menjadi kuat, pada
dasarnya karena mentalnya kuat. Seseorang menjadi lemah, karena mentalnya
lemah. Begitu juga, seseorang sukses, karena ia memiliki keinginan untuk
sukses. Dan seseorang gagal, karena ia berbuat gagal. Dalam hal ini, ada hadist
Nabi yang menyebutkan bahwa: “Orang mukmin yang kuat lebih disukai dan lebih
baik dari mukmin yang lemah.†Jadi, manusia tangguh dam kuat itu, sudah
seharusnya menjadi cita-cita kita dalam rangka mengabdi kepada Allah.
Dalam konteks ini, dapat
disebutkan bahwa kesuksesan menurut pandangan Alquran itu memiliki dua syarat
pokok. Yakni iman dan ilmu (QS. 58: 11). Kedua hal ini, kalau kita kaji secara
rinci, jelas-jelas memiliki pengaruh sangat besar dalam kehidupan manusia.
Dengan kuatnya iman seseorang,
maka ia akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan manusia. Menurut M.
Ridwan IR Lubis (1985), ada tiga pengaruh iman tersebut, yaitu berupa: kekuatan
berpikir (quwatul idraak), kekuatan fisik (quwatul jismi), dan kekuatan ruh
(quwatur ruuh).
Sedangkan menurut M. Yunan
Nasution (1976), mengungkapkan pengaruh iman terhadap kehidupan manusia itu
berupa: iman akan melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda; menanamkan
semangat berani menghadapi maut; membentuk ketentraman jiwa; dan membentuk
kehidupan yang baik.
Untuk mencapai dampak dari
kekuatan iman itu, kuncinya terletak pada pribadi kita masing-masing. Dan kalau
kita cermati, sebenarnya pembentukan sifat pribadi pantang menyerah dan tangguh
ini adalah berawal dari sifat optimisme yang menyelimuti pola pikir orang
tersebut.
Menyikapi keadaan seperti saat
ini, kita seharusnya tidak menjadi pesimis dan berserah diri. Kita harus
optimis dan selalu berusaha untuk mencapai yang terbaik dalam hidup ini.
Sehingga untuk menjadikan pribadi pantang menyerah dan tangguh ini, maka dalam
diri kita harus tertanam sikap optimis, berpikir positif, dan percaya diri.
Setiap manusia harus memiliki
optimisme dalam menjalani kehidupan ini. Dengan sikap optimis, langkah kita
akan tegar menghadapi setiap cobaan dan menatap masa depan penuh dengan
keyakinan terhadap Sang Pencipta. Karena garis kehidupan setiap manusia sudah
ditentukan-Nya. Tugas kita adalah hanya berusaha, berpikir dan berdoa agar
sesuai dengan ridho-Nya.
Setelah kita mampu bersikap
optimis, lalu pola pikir kita juga harus dibiasakan berpikir secara positif dan
percaya diri. Berpikir positif kepada siapa? Pertama, berpikir positif kepada
Allah. Setiap kejadian, peristiwa dan fenomena kehidupan ini pasti ada sebab
musababnya. Tugas kita, hanya berpikir dan membaca. Ada apa dibalik semua itu?
Lalu, kita mengambil pelajaran dari kejadian itu dan selanjutnya mengamalkan
yang baiknya dalam perilaku keseharian.
Kedua, berpikir positif terhadap diri sendiri. Setiap manusia, dilahirkan sebagai pribadi
yang unik. Karena bagaimanapun wajah dan sifat kita mirip dengan orang lain.
Tapi, yang jelas ada saja perbedaan antara keduanya.
Sifat dan pribadi unik itu, harus
kita jaga. Itu adalah potensi positif, modal dasar untuk mencapai keleluasaan
langkah kita menuju ridho-Nya. Bagaimana orang lain akan menjunjung kita, kalau
diri kita sendiri meremehkan dan tidak ‘mengangkatnya’.
Selain itu, kita juga harus yakin
bahwa kita dilahirkan ke dunia ini sebagai sang juara, the best. Fakta
membuktikan, dari berjuta-juta sel sperma yang disemprotkan Bapak kita, tetapi
ternyata yang mampu menembus dinding telur Ibu kita dan dibuahi, hanya satu.
Itulah kita, ‘sang juara’. Hal ini, kalau kita sadari akan menjadi sebuah
motivasi luar biasa dalam menjalani hidup ini.
Ketiga, berpikir positif pada orang
lain. Orang lain itu, manusia biasa sama dengan kita. Dia mempunyai kesalahan
dan kekhilafan. Yang tentu hati nuraninya tidak menghendakinya. Pandanglah,
orang lain itu dari sisi positifnya saja dan menerima sisi negatifnya sebagai
pelajaran bagi kita.
Belajarlah dari seekor burung
Garuda. Ia mengajarkan anaknya untuk terbang dari tempat yang tinggi dan
menjatuhkannya. Lalu jatuh, diangkat lagi dan seterusnya sampai ia bisa terbang
sendiri. Hati Garuda juga bersih, tidak mendendam. Ia kalau waktunya bermain
‘cakar-cakaran’. Tapi, kalau diluar itu ia akur, damai kembali.
Keempat, berpikir positif pada
waktu. Setiap manusia diberi waktu yang sama, dimana pun dia berada. Sebanyak
24 jam sehari atau 86.400 detik sehari. Waktu itu, ingin kita apakan? Kita
gunakan untuk tidur seharian, kerja keras, mengeluh, berdemontrasi, bergunjing,
santai, menuntut ilmu, menolong orang lain, melamun, ibadah, dan lainnya. Waktu
itu tidak akan protes.
Yang jelas, setiap detik hidup
kita akan diminta pertanggung jawabannya kelak, di hadapan Allah SWT. Bagi
mereka yang biasa mengisi waktunya dengan amal-amalan saleh dan berada dalam
keimanan, maka ia akan memperoleh kehidupan yang lebih baik. Allah berfirman,
yang artinya: “Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki ataupun
perempuan dalam keadaan beriman, niscaya Kami hidupkan dia dengan kehidupan
yang baik dan Kami balasi mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan.†(QS. An-Nahl: 97).
Untuk memaksimalkan sikap positif
pada diri seseorang, lebih-lebih sebagai pembentuk pribadi yang pantang
menyerah, tangguh, ‘tahan banting’, sabar dan istiqomah pada jalan-Nya.
Tentu perlu dibagun pula dengan kebiasaan positif.
Semoga tulisan ini menjadi bahan
penilaian terhadap diri kita sendiri, terutama kaitannya dengan keinginan
pembentukan pribadi yang pantang menyerah. Dan kita berdoa, semoga Allah
memberi kemampuan terhadap kita untuk membangun pribadi yang tangguh dan
pantang menyerah sesuai tuntutan-Nya. Amin. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar